Kampus dan Demokrasi Kita

Oleh: Ahmad Atho’ Lukman Hakim, M.Sc (Ketua LP3M Al-Qolam)

Indonesia adalah negara demokrasi. Ini pilihan the funding father dan diteruskan hingga hari ini. Sebagai negara demokratis paling tidak ada 3 prasyarat penting: kesamaan di jalan hukum bagi semua warga, keadilan sosial dan kebebasan dalam menjalankan hak warga negara. Tanpa ketiganya demokrasi hanya menjadi mantra tanpa makna, yang dulu Gus Dur pernah menyebutnya sebagai demokrasi seolah-olah.

Dalam perjalanan sejarahnya, kampus telah berkontribusi langsung atau tidak langsung dalam penegakan demokrasi di negeri ini. Tidak hanya sumbangsih pemikiran, tetapi juga penyuplai aktor penggerak. Meskipun tidak steril akan tuduhan, pada sebagian mereka terdapat agen yang menjadi lawan cita-cita luhur demokrasi itu sendiri.

Hal ini wajar, konflik nilai dan cara menegakkan demokrasi akan terus berlangsung. Justru budaya berbeda ini jika diolah dengan baik akan membawa hal yang positif. Lalu kampus kita berada di mana dalam memposisikan diri di perjuangan ini?

Harus diakui kita masih mengalami gaps of democracy yang signifikan, tentu dengan beragam tafsir tentang luasannya. Dan pasti bukan ini yang menjadi fokus tulisan ini.

Sebagai kampus yang berbasis pesantren kita mempunyai ceruk perjuangan yang berbeda dengan perguruan tinggi lain. Pengembangan dan reaktualisasi nilai-nilai pesantren adalah hal yang penting untuk membangun demokrasi yang lebih beradab dan bermakna.

Ini diperlukan kerja-kerja yang serius dalam penelusuran ruh dan nilai pesantren yang telah beratus tahun berkembang di Nusantara. Lalu, dengan pembacaan yang holistik realitas terkini, maka dialektika keduanya akan menghasilkan program dan kinerja yang relevan dan terukur.

Tentu saja, mewujudkan hal itu tidak semudah menuliskannya. Bukankah begitu?

Tabik